BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1. 1. Latar
Belakang Masalah
Para pemegang saham atas laba yang
diperolehnya. Di suatu perusahaan diperlukan suatu kebijakan dividen dimana
kebijakan dividen itu sangatlah penting dikarenakan melibatkan dua pihak yaitu
pemegang saham dan manajemen perusahaan yang mempunyai kepentingan
berbeda. Kebijakan dividen merupakan kebijakan
yang berkaitan dengan pembayaran dividen oleh perusahaan, yaitu penentuan
besarnya pembayaran dividen dan besarnya
laba yang ditahan untuk kepentingan perusahaan. Tujuan investor
menanamkan modalnya dalam bentuk saham adalah untuk memaksimumkan kekayaannya
yang diperoleh baik melalui dividen yang akan dibagikan maupun melalui capital gain pada saat saham tersebut
dijual. Sedangkan capital gain adalah
keuntungan yang didapatkan oleh investor dari selisih antara harga beli dengan
harga jual suatu saham. Tingkat keuntungan yang diharapkan haruslah lebih besar
daripada apabila investor menanamkan dananya pada obligasi pemerintah ataupun
tingkat bunga deposito (Sunariyah, 2000).
Untuk meningkatkan
nilai perusahaan maka disamping membuat kebijakan dividen maka suatu perusahaan
dituntut untuk menjadi suatu perusahaan yang berkembang. Pertumbuhan dapat
diwujudkan dengan menggunakan kesempatan investasi sebaik – baiknya karena
suatu perusahaan harus terus tumbuh agar dapat memberikan kemakmuran yang lebih
tinggi bagi pemilik saham. Untuk tumbuh, perusahaan memerlukan dana yang lebih
besar untuk mendanai perluasan investasinya. Dana tersebut dapat diperoleh dari
berbagai sumber, baik dari sumber internal maupun sumber eksternal. Investasi
berhubungan erat dengan pendanaan, jika investasi sebagian besar didanai dengan
internal equity maka akan mempengaruhi
besarnya dividen yang akan dibagikan.
Sumber
internal berasal dari depresiasi dan laba ditahan. Sumber dana eksternal dapat
berupa pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya, menjual obligasi atau
menjual saham baru. Apabila perusahaan membiayai investasinya dari sumber
internal maka konsekuensinya dividen yang dibayarkan berkurang, bagi investor
yang mempunyai tujuan semata-mata membeli saham untuk investasi, maka para
pemegang saham menginginkan dividen yang besar. Berbeda apabila investor tersebut
tidak mempunyai tujuan investasi maka akan cenderung meraih keuntungan dari capital gain. Sebaliknya bila perusahaan
menggunakan sumber dana eksternal maka ada kecenderungan membagikan dividen
dalam jumlah yang lebih besar. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dividen
yang memenuhi harapan investor akan dividen dan yang tidak menghambat
pertumbuhan perusahaan.
Ang (2004) menyatakan bahwa setiap perusahaan dalam penerapan
kebijakan pembayaran dividen akan memiliki dua dampak yang berlawanan. Apabila
dividen dibayarkan semua, maka kepentingan cadangan akan terabaikan, sebaliknya
jika laba ditahan, maka kepentingan pemegang saham akan uang kas juga
terabaikan. Untuk menjaga kedua kepentingan tersebut, maka perusahaan harus
menempuh kebijakan dividen yang optimal.
Menurut Husnan (2003) kebijakan
dividen yang optimal (optimal dividend policy) diartikan sebagai rasio
pembayaran dividen yang ditetapkan dengan memperhatikan kesempatan untuk
menginvestasikan dana serta berbagai preferensi yang dimiliki para investor
mengenai dividen dan capital gain, kebijakan
dividen tersebut juga dipandang untuk menciptakan keseimbangan antara
pembayaran dividen saat ini dan
pertumbuhan dimasa yang akan datang, sehingga dapat memaksimumkan harga saham
perusahaan.
Bagi para pemegang saham yang tidak
menyukai resiko akan mensyaratkan bahwa semakin tinggi resiko suatu perusahaan
semakin tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan sebagai imbalan. Dividen yang
ada saat ini mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada capital gain yang akan diterima dimasa mendatang. Dengan demikian
pemegang saham yang takut resiko akan lebih menyukai dividen daripada capital gain.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi secara simultan
kebijakan dividen seperti yang dikemukakan oleh Sunariyah (2000) mengatakan
bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh positif terhadap jumlah deviden yang
dibagikan. Disamping itu faktor dasar, seperti posisi kas, dan kesempatan investasi sangat
mempengaruhi kebijakan deviden yang diambil perusahaan. Widaryati (2004)
mengemukakan kebijakan dividen itu dipengaruhi oleh posisi likuiditas, profitabilitas,
modal kerja, tingkat pertumbuhan perusahaan, dan pengawasan terhadap perusahaan.
Sedangkan Husnan dan Astuti (2001) berpendapat ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kebijakan dividen yaitu diantaranya operating cash flow, tingkat laba, kesempatan investasi, biaya transaksi,
dan pajak perorangan. Ang (2004) menyimpulkan bahwa kebijakan dividen sangat dipengaruhi oleh laba bersih,
dan price earning ratio, tapi
variabel earning per share dan pajak penghasilan berbanding terbalik dengan
jumlah deviden yang dibagikan sedangkan analisis dari Sunarto dan Andi Kartika
(2003) menunjukan earning per ratio, kinerja
dan kondisi perusahaan secara signifikan berpengaruh terhadap deviden, faktor
fundamental lain yang ikut mempengaruhi kebijakan deviden antara lain, rasio
solvabilitas atau leverage, rasio aktivitas serta variabel makro ekonomi
seperti tingkat bunga, kurs rupiah terhadap valuta asing, neraca pembayaran,
dan ekspor impor.
Dalam
penelitiannya Sunarto dan Andi Kartika
(2003) mengemukakan bahwa Profitabilitas tidak dipertimbangkan oleh manajemen
perusahaan dalam pembayaran besarnya deviden kas, sehingga para pemegang saham
tersebut mengharapkan besarnya deviden
kas yang akan dibayarkan oleh perusahaan. Sementara lain yang ditemukan dalam
penelitiannya Theobelt (1978) dan Fiorentina (2001) bahwa profitabilitas adalah
sebagai daya tarik utama bagi pemilik perusahaan
(pemegang saham) dan para calon investor dalam suatu perusahaan Dalam konteks
ini profitabilitas berarti hasil yang diperoleh melalui usaha manajemen
terhadap dana yang diinvestasikan pemilik dan investor. Semakin besar tingkat
laba atau profitabilitas yang diperoleh perusahaan akan mengakibatkan semakin
besar dividen yang akan dibagikan. Oleh karenanya perlu di telusuri faktor-faktor yang mempengaruhi dividend cash didasarkan pada kinerja keuangan perusahaan perlu
dilakukan, untuk membantu investor melihat perkembangan penerimaan kas dari
deviden di masa mendatang. Penelitian
ini merupakan replikasi dari Sunarto dan Andi Kartika (2003) perbedaan
penelitian ini dengan yang dimiliki Sunarto dan Andi kartika (2003) adalah
sebagai berikut :
1. Penelitian ini menambahkan variabel independent
yaitu Deviden Payout Ratio.
2. Variabel deviden payout ratio ditambahkan dengan
alasan menentukan besar kecilnya laba yang ditahan. Setiap ada penambahan laba
yang ditahan berarti ada penambahan modal sendiri dalam perusahaan dengan biaya
murah.n latar belakang masaslh
Berdasarkan latar
belakang masalah ini maka penelitian ini mengambil judul :
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Cash Deviden Pada Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta ”.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam
menentukan suatu kebijakan dividen, perusahaan dituntut untuk memperhatikan
kepentingan perusahaan dan kepentingan pemegang saham. Ditinjau dari segi
perusahaan, kebijakan dividen merupakan hasil pertimbangan yang tidak mudah,
dikarenakan jika perusahaan membagikan laba sebagai dividen maka pembiayaan
internal perusahaan menjadi berkurang, sebaliknya jika perusahaan menahan laba
maka kemampuan perusahaan membentuk pembiayaan internal semakin besar.
Untuk menjaga kedua kepentingan
tersebut, maka perusahaan harus membuat kebijakan dividen yang optimal yang
akan menentukan besarnya jumlah dividen yang akan dibayar dan jumlah laba
ditahan untuk pembiayaan internal. Dalam penelitian ini yang menjadi
permasalahan adalah variabel-variabel apa saja yang mempengaruhi kebijakan
pembayaran dividen perusahaan-perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
(BEI).
1.
Apakah profitability
{PR}, cash position {CP}, financial leverage {FL}, growth potential {GP},
earning per share {EPS}, likuiditas {LQ} dan dividend payout ratio{DPR} berpengaruh terhadap dividend cash pada perusahaan manufaktur
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
2. Rasio keuangan manakah yang berpengaruh dominan
terhadap dividend
cash pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah Return
on Investment ,Cash Ratio, Current Ratio, Earning per Share dan dividend
payout berpengaruh terhadap dividend
cash ?
2.
Untuk mengetahui rasio keuangan
manakah yang paling dominan dalam mempengaruhi
dividend cash pada perusahaan manufaktur yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia.
1.4. Manfaat
Penelitian
Hasil
dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Bagi para investor dan calon
investor, hasil analisis ini dapat menjadi masukan dalam mengambil keputusan
untuk membeli atau menjual saham sehubungan harapannya terhadap dividen kas
yang dibayarkan oleh perusahaan dan juga dijadikan acuan dalam menanamkan
modalnya.
2.
Bagi perusahaan hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan terhadap kebijakan dividen agar dapat memaksimumkan nilai perusahaan.
3.
Bagi akademis hasil penelitian
ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan penelitian
berikutnya. Selain itu juga dapat membantu menambah wawasan dan pengetahuan
mahasiswa tentang kebijakan dividen
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Dividen
Kieso et all (2002) menyatakan
deviden merupakan pendistribusian laba oleh perusahaan kepada seluruh pemegang
saham secara profesional. Dividen menurut
Hidayati (2006) adalah suatu distribusi yang bisa berbentuk kas, aktiva lain,
surat atau bukti lain yang menyatakan utang perusahaan, dan saham, kepada
pemegang saham suatau perusahaan sebagai proporsi dari jumlah saham yang
dimiliki oleh pemilik. Dividen
akan dibagikan oleh pemegang saham hanya apabila badan usaha menghasilkan cukup
uang untuk membagi dividen tersebut dan bila dewan direksi menganggap layak
perusahaan mengumumkan dividen meskipun dalam keadaan yang kurang stabil.
Dividen
ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba
perusahaan. Keputusan
mengenai jumlah laba yang ditahan dan dividen yang akan dibagikan diputuskan
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Uraian
di atas menjelaskan bahwa pendapatan yang diharapkan oleh pemegang saham adalah
pendapatan yang dihasilkan dari pembagian dividen kas, dimana badan usaha
menyisihkan sebagian labanya untuk kepentingan kesejahteraan pemegang saham
biasa
2.1.2 Jenis-Jenis deviden
Menurut Widjanarko (2003) deviden yang
akan dibagikan oleh perusahaan terbagi dalam beberapa jenis, yaitu :
1. Cash deviden, yaitu deviden yang dibagikan
kepada pemegang saham dalam bentuk uang cash.
2. Stock deviden,. yaitu deviden yang dibagikan
perusahaan dalam bentuk saham perusahaan
sehingga jumlah saham perusahaaan menjadi meningkat. Namun cash flow perusahaan tidak terganggu karena perusahaan tidak pelu
mengeluarkan uang cash.
3. Property
deviden, yaitu deviden yan dibagikan dalam bentuk aktiva lain selain kas atau
saham
4. Liquidating deviden, yaitu deviden yang
diberikan kepada pemegang saham sebagai akibat dilikudasinya perusahaan.
5. Dividen aktiva merupakan suatu pendistribusian
sebagai keuntungan kepada para pemegang saham.
6. Script
dividen, dividen utang ini timbul apabila laba ditahan untuk perusahaan yang
jumlahnya mncukupi untuk pembagian deviden tetapi saldo kasnya tidak mencukupi
7. Dividen yield, yaitu suatu deviden yang
digunakan untuk mengukur kinerja suatu saham
8. Dividen pay out ratio merupakan
perbandingan antara dividen per share dengan earning per share.
2.1.3 Teori Kebijakan Deviden
Kebijakan
dividen masih merupakan hal yang kontroversial yang ditandai dengan adanya
teori mengenai kebijakan dividen yang lebih dari satu. Ada tiga teori mengenai
kebijakan dividen sebagai berikut :
1.
Bird in Hand Theory
Brealy dan Myers dalam (Prasetyo dan
Wibowo, 2003) menulis adanya anggapan bahwa teori ini ketika mendapatkan
deviden yang tinggi pada saat ini resikonya lebih kecil daripada mendapatkan capital gain di masa mendatang, salah
satu keuntungan bila menerapkan teori ini adalah dengan memberikan deviden yang
tinggi, maka harga saham perusahaan akan semakin tinggi pula. Sedangkan
Riswanto (2008) menyatakan bahwa jumlah deviden yang diterima oleh pemegang
saham jauh lebih berguna dibandingkan capital gain yang belum pasti diterima. Dividen
mempunyai resiko lebih rendah dibanding capital
gain, sehingga para pemegang saham cenderung menilai harga saham suatu
perusahaan berdasarkan laba ditahan. Akan tetapi deviden yang tinggi dapat
memaksimalkan nilai sebuah perusahaan dengan menetapkan rasio pembayaran
deviden yang tinggi pula, ketika kebijakan tersebut akan dikeluarkan (Santoso,
2009)
2. Tax Preference Theory
Brealy dan Myers dalam (Prasetyo dan Wibowo,
2003) menulis suatu teori yang menyatakan bahwa jika dividen dikenakan pajak
lebih besar daripada capital gain, maka para pemegang saham akan
memilih saham yang memiliki dividen yield
yang rendah agar diperoleh penghematan pajak. Menurut Santosa (2009) apabila dipandang dari sudut pandang pajak,
para investor akan menyukai pembayaran yang rendah ketimbang menerima
pembayaran yang tinggi.
3. Dividen Irrelevance
Theory
Brealy dan Myers dalam (Prasetyo dan
Wibowo,2003) menulis tentang suatu teori yang menyatakan bahwa kebijakan
deviden tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan maupun biaya
modalnya. Teori ini mengikuti pendapat dari Modigliani dan Miller (dalam Santosa,
2009) menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan dasar menghasilkan untuk menghasilkan laba dan resiko bisnisnya dengan kata lain sebenarnya
kebijakan deviden tidak relevan untuk dipersoalkan.
2.1.4 Alternatif Pembayaran Deviden
Setiap
perusahaan menetapkan kebijakan yang berbeda sesuai dengan tujuan perusahaan
yaitu meningkatkan pertumbuhan perusahaan disamping kemakmuran para pemegang
saham. Menurut Martusa, 2007 ada tiga macam alternatif pembayaran dividen,
yaitu:
1. Pembayaran Deviden yang Stabil
Perusahaan yang menganut kebijaksanaan
untuk pembayaran deviden per lembar saham dalam jumlah yang stabil cenderung
untuk memiliki payout ratio yang rendah pada saat profit tinggi dan memiliki
payout ratio yang tinggi pada saat profit mengalami penurunan. Alasan untuk
memberikan deviden yang stabil dengan cara memberikan payout ratio yang
berfluktuasi adalah agar harga pasar saham lebih tinggi karena :
Ø Deviden yang berfluktuasi lebih berisiko
daripada deviden yang stabil
Ø Pemegang saham yang mengharapkan
pendapatan dari penerimaan deviden akan lebih suka untuk menerima deviden dalam
jumlah yang stabil dan mengharapkan premium atas saham itu
Ø Persyaratan listing surat berharga
mensyaratkan deviden yang stabil dan tidak terputus
2. Payout Ratio yang Konstan
Beberapa
perusahaan mempertahankan payout ratio atas laba yang konstan. Karenanya
apabila laba yang diperoleh berfluktuasi maka deviden yang dibayar juga
berfluktuasi
3. Pembayaran Deviden Reguler Rendah dan
Pembayaran Ekstra
Kebijaksanaan
ini merupakan tipikal yang moderat, yang merupakan kompromi atas dua
kebikjasaanaan yang lebih fleksibel
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Deviden Cash
Menurut
Erawati dan Sisdyani (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian dividen cash adalah:
1. Posisi
Kas atau Likuiditas
Faktor
tersebut mempengaruhi kemampuan perusahaan membayar deviden. Perusahaan vang
memiliki laba ditahaa yang cukup, Tapi manajemen memuluskan untuk menginvestasikan
dalam aktiv riil maka perusahaan tidak dapat membayar deviden dalam bentuk kas.
2.
Pembayaran Kembali Hutang Perusahaan
Faktor
ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.
Adanya batasan dalam pembayaran pinjamankepada kreditur, seperti pembayaran dcviden
dilakukan setelah labayang tersedia bagi pemegang saham dikurangi.
3.
Tingkat Ekspansi
Semakin
tinggi tingkat ekspansi maka biaya yang dikeluarkan akan semakin membengkak,
sehingga laba yang diperoleh lebih baik ditahan. Stabilitas eaming memungkintan
perusahaan untuk mempertahanksn payout ratio yang tinggi.
4. Akses
Perusahaan di Pasar Modal
Berpengaruh
terhadap kebijakaa pembagian deviden dikarenakan aksesbilitas perusahaan
dipengaruhi oleh usia dan skala perusahaan, bagi perusahaan yang sudah esthabilished
lebih mudah mempertahankan payout ratio yang tinggi.
5. Posisi
Pemegang Saham
Faktor
ini sangat berpengaruh terhadap kebijakan deviden cash terutama dalam kelompok
pajak. Kepemilikan perusahaan olehinvestor kecil cenderung untuk memiliki
payout yang tinggi, sedangkan kepemilikan perusahaan oleh pemegang saham uang termasuk
dalarn pembayar pajak besar akan lebih menlukai untuk mempertahankan payout
yang rendah.
6.
Prediksi Earning
Apabila
eaming telah berfluktuasi maka dividen tidak dapat disaadarkan semata-mata dari
earning tersebut. Diperlukan adanya trend eaming yang stabil untuk menentukan
porsi dari dividen.
7.
Ownership Control
Apabila
perusahaan membayar dividen yang tinggi akan menyebabkan laba ditahar tidak
cukup untuk membiayai investasi baru, Perusahaan harus menerbitkan saham baru
untuk mencukupi dana yang dibutuhkan. Penerbitan saham baru ini akan
mengakibatkan control pemegang saham lama terhadap perusahaan akan berkurang.
8.
Inflasi
Inflasi
menyebabkan depresiasi tidak mencukupi membeli aktiva, sehinggaperusahaan
memerlukan menahan dana yang lebih besar. Hal ini akan mengakibatkan pembagian
dividen menjadi semakin kecil. Beberapa dari faktor-faktor yang dicantumkan
diatas suatu pembayaran dividen menjadi lebih tinggi dan beberapa diantaranya menyebabkan
pembayaran lebih rendah. Tidaklab mungkin mernberikan rumus yang dapat dipakai
untuk tnenenhrkan pembayaran dividen yang sesuai dalam suatu keadaan tertentu,
hal ini memerlukan pertimbangan pertimbangan khusus. Namun demikian dari
berbagai faktortersebut dapat dikelompokan menjadi dua faktor besar yang
mempengaruhi kebrjakan dividen yaitu faktor intemal dan faktor ekstemal. Faktor
intemal yaitu faktor yang mempengaruhi kebdakan dividen yang berasal dari dalam
perusahaan itu sendiri. Sedangkan faktor ekstemal yaitu faktor yang mempengaruhi
kebijakan dividen yang berasal dari luar perusahaan. Oleh karena kecilnya
kemungkinan dapat mempengaruhi atau tidak sama sekali, maka faktor ekstemal
dapat lebih sedikit dikesampingkan sejenak dalam pengambilan kebijakan deviden.
2.1.6 Profitability
Profitabilitas
monurut Eryawan (2009) merupakan tingkat
keuntungan yang diraih perusahaan selama periode waktu menjalankan operasinya.
Sedangkan Fiorentina (2001) menyatakan ukuran suatu profitabilitas dapat dilihat
dari return of assets {ROA) yang merupakan perbandingan dari eaming after tax
(EAT) dengan total assets. Laba bersih yang dihasilkan dari perbandingan tersebut
merupakan konsisten dasar hal ini disebabkan seringnya diukur dengan rasio
pendapatan harga. Layaknya suatu keuntungan yang harus dibagikan kepada pemegang
saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban antara
lain pembayaran bunga dan pajak. Profit suatu perusahsan mempunyai peran dalam
besar kecilnya devidien yang dibagikan dan apabila masih ada sisa dari
keuntungan tersebut, perusahaan lebih mengorientasikan pada kegiatan
operasional untuk biaya produksi dan juga kegiatan investasi dimana biaya
eksplisit dari pembelanjaan jangka pendek lebih kecil dari pembelanjaan jangka panjang.
Profitability dihitung dengan rumus :
PR atau ROA: EAT / TA
Keterangan
:
PR :
Profitability, ROA : Return on Assets, EAT : eaming after tax,
TA:
Tottal Assets.
2.1.7 Cash Position
Menunrut Susanto (2002) Posisi
kas dalam perusahaan merupakan faktor esensial dan fundamental karena segala
pengambilan keputusan tentang kegiatan operasional, investasi, dan pembelanjaan
perusahaan harus melihat dan mempertimbangkan keadaaan posisi kas. semakin
tinggi tingkat bunga, semakin tinggi pula tingkat opportunity cost dan posisi kas yang dimiliki perusahaan.
Dikarenakan adanya fluktuasi dari tingkat bunga yang sangat berpengaruh
terhadap posisi kas maka membutuhkan berbagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan
dengan melihat posisi kas. Cash position
merupakan rasio kas akhir tahun dengan earning
after tax. Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan
oieh kemamapuan manajemen perusahaan sehingga pengaruhnya sangat dapat
dirasakan langsung. Rumus matematisnya sebagai berikut :
CP: Kas Akhir Tahun / EAT
2.1.8 Financial Leverage
Financial leverage atau
pembiayaan dengan hutang adalah kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi
seluruh kerwaiibamvayang ditunjukkan oleh beberapa bagian rnodal sendiri
.Tujuan digunakan untuk membayar hutang, semakin tinggi tingkat hutang semakin
banyak dana yang tersedia maka akan memberikan sinyal positif dan menyebabkan
nilai perusahaan naik (Eryawan, 2009). Pengendalian atas perusahaan melalui investasi terbatas
sangat dipengaruhi oleh. Financial leverage karena perolehan dana dari hutang
dapat membuat pemegang saham dapat lebih leluasa dan nyaman melakukar
pengendalian terhadap perusahaan. Jika perusahaan mendapat pengembalian yang
lebih besar dari investasi yang seluruh biaya berasal darr dana pinjaman disbanding
pembayaran bunga maka pengeuibalian atas pemilik akan lebih besar.. financial leverage
diukur dengan debt ratio, debt ratio
menunjukan proporsi penggunaan hutang oleh perusahaan sebagai modalnya atau
menunjukan seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang (Brigham dan
Houston, 2001). Debt ratio dihitung dengan :
Debt Ratio : Total Hutang / Total Aktiva
2.1.9 Growth Potential
Growth Potential adalah
potensi pertumbuhan perusahaan yang diukur dengan rasio selisih total assets
pada tahun t dengan total assets pada tahun t-l terhadap total assets pada t-l
{Sudarsi, 2002). Indikator untuk faktor ini adalah tingkat petumbuhan yang
diatur tiaptahun dalam total assets.
Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan, maka semakin besar pula kebutuhan
dana unluk membiayai perluasan. Ketika perusahaan berkembang di masa mendatang, maka
dana yang dibutuhkan akan semakin membengkak, semakin mungkin juga perusahaan
menahan pendapatannya. Dikarenakan alokasi pendapatan di masa mendatang lebih
tersedot ke bidang ekspansi dan infasi perusahaan yang mengarah ke sektor intemal
dan ekstemal. Perubahan harga dan volume perdagangan merupakan bagian penting
yang mengindikasikan potensi perturnbuhan perusahaan karena harga merefleksikan
perubahan dalam pengharapan pasar sebagai suatu keseluruhan sedangkan volume
perdagangan merfleksikan perubahan pengharapan
investor secara individual {Beaver (1968), Baron {1995), dalam Bandi dan
Jogiyanto, 2000). Dengan rumus matematisnya :
TA t-I
Keterangan
:
GP :
Growth Potential, TA t: Total assets tahun t, TA t-1 : Total
Assets
tahun t-l
2.1.10 Earning Per Share
Earning Per Sharc (Laba
Per Saham) merupakan perbandingan laba bersih setelah pajak pada satu tahun
buku dengan jumlah saham yarg diterbitkan (outsting share). Laba bersih setelah
pajak ini biasa disebut NIAT (Net Income After Tax).
Dalam perhitungan EPS mengenal 2
jenis EPS yaitu :
·
EPS historis
·
EPS proyektif
EPS
historis merupakan EPS yang dihitung berdasarkn kinerja Perusahaan pada tahun
buku lampau. Jadi EPS historis merupakan nilai yang telah terjadi di masa lampau. Sedangkan EPS proyektif merupakan EPS yang
diperkirakan terjadi dengan asumsi-asumsi sesuai dengan proyeksi, kinerja
emiten. Komponen yang perlu kita ketahui untuk menghitung EPS proyeklif adalah
NIAT proyeklif dan jumlah saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut
Hidayati (2006). Rasio ini diukur dengan rumus sebagai berikut.
Ss
Keterangan
:
EPS :
Eaming Per Share, EAT = Eaming After Tax, Ss = jumlah saham
yg
diterbitkan/beredar
2.1.11 Likuiditas
Likuiditas
adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau utang jangka
pendeknya yang segera harus sesuai dengan aktiva lancarnya atau aliran kas
keluar. Pengukuran likuiditas diukur dengan rasio aktiva lancar sebesar 100
persen. Ukuran likuiditas perusahaan yang lebih menggambarkan tingkat
likuiditas perusahaan ditunjukan dengan rasio kas (kas terhadap kewajiban
lancar). Likuiditas mempunyai resiko yang muncul apabila suatu pihak tidak
dapat membayar kewajibannya jatuh tempo secara tunai. Resiko daiam likuiditas
merupakan suatu resiko keuangan karena adanya ketidakpastian pembayaran
kewajiban jangka pendek, apabila hal ini suit diatasi akan berdampak ke s€mua
sektor termasuk kebjakan deviden (Susanto,2002).
2.1.12 Devidend Payout Ratio (DPR)
Devidend
Payout Ratio (DPR) adalah persentase penghasilan perusahaan yang dibayarkan
kepada para pemegang saham. Dari pengertian deviden itu sendiri adalah bagian
dari laba bersih yang dibagikan kepada para pemegang saham. Selain dibagi
kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, laba bersih itu ditahan di dalam
perusahaan untuk membiayai operasi perusahaan dan disebut sebagai laba ditahan
(Retained Earnings). Oleh sebab itu, keputusan mengenai DPR ini akan mempengaruhi
keputusan mengenai laba ditahan atau Retention Ratio Decision yang berarti akan
mempengaruhi terhadap kebijakan deviden.
2.1.13 Penelitian terdahulu
Penelitian
tentang dividend telah banyak dilakukan seperti halnya yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti, sebagai berikut:
Tabel I
Ringkasan beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh
Nama Peneliti
|
Hasil
|
|||||
Yuninigsih
(2002)
|
Secara parsial variabel financial leverage berpengaruh
positif tidak signifikan terhadap deviden payout ratio
Variabel likuiditas berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap deviden payout ratio.
Variabel profitabilitas dan juga berpengaruh positif
tidak signifikan terhadap deviden payout ratio.
|
|||||
Mutamimah dan Sulistyo
(2002)
|
Secara parsial variabel earning per share berpengaruh negatif
signifikan terhadap deviden cash
Variabel ROI berpengaruh secara positif tidak signifikan terhadap besar kecilnya deviden cash
Variabel current ratio berpengaruh negatif secara tidak signifikan terhadap deviden cash
Variabel debt total assets berpengaruh negatif secara tidak signifikan terhadap deviden cash
Variabel PER berpengaruh negative tidak signifikan terhadap besar kecilnya
deviden cash
|
|||||
Widaryati
(2004 )
|
Secara parsial hanya financial laverage yang berpengaruh
positif secara signifikan terhadap dividend
payout ratio
Likuiditas berpengaruh positif tidak signifikan terhadap besar
kecilnya deviden payout ratio
Variabel profitability berpengaruh negative tidak signifikan terhadap deviden
payout ratio
Demikian juga dengan variabel growth potential juga negatif tidak signifikan terhadap deviden payout ratio
|
|||||
Sunarto dan Andi Kartika
(2003)
|
Secara parsial variabel earning
per share signifikan positif berpengaruh terhadap deviden cash
Variabel ROI berpengaruh negative tidak signifikan terhadap deviden cash
Variabel cash ratio juga berpengaruh negative tidak signifikan terhadap deviden cash
Variabel current ratio berpengaruh negative tidak signifikan terhadap besar kecilnya deviden cash
Variabel debt total assets
berpengaruh negative tidak signifikan terhadap deviden
cash
|
|||||
Sudarsi
(2002)
|
Secara
parsial hanya cash position yang positif signifikan terhadap deviden
payout ratio,
profitabilitas, dan juga potensi pertumbuhan
berpengaruh negative
tidak signifikan
terhadap deviden payout ratio
|
|||||
Dewi Diana
(2006)
|
Secara
parsial earning per share berpengaruh positif signifikan
Terhadap
harga saham
Variabel
ROI berpengaruh secara
positif signifikan
terhadap besar keclnya deviden cash
Variabel
IHSG berpengaruh secara positif signifikan terhadap harga saham
Financial
leverage negatif tidak signifikan terhadap harga saham
|
|||||
Suharli
(2006)
|
Secara
parsial profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap deviden payout
ratio
Secara
parsial harga saham berpengaruh positif signifikan terhadap deviden payout
ratio sedangkan financial leverage negatif
tidak signifikan terhadap besar kecilnya deviden payout ratio
|
|||||
Eryawan
(2009)
|
Secara
parsial hanya profitabilitas, cash position, earning per share yang
berpengaruh secara positif signifikan terhadap deviden
cash
Sedangkan
financial leverage dan DTA negatif signifikan terhadap deviden payout ratio
|
|||||
Rika Susanti
(2010)
|
Secara Parsial
board size berpengaruh positif
signifikan terhadap nilai perusahaan
Board intensity berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan
Struktur
kepemilikan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap nilai perusahaan
Cash holding berpengaruh negative signifikan terhadap nilai
perusahaan
Sedangkan
profitabilitas dan deviden payout ratio berpengaruh positif signifikan
terhadap nilai perusahaan
|
|||||
Penelitian
ini mengambil judul “Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Cash Deviden Pada Perusahaan Manufaktur
YangTercatat Di Bursa Efek Indonesia” merupakan replikasi dari
penelitian dari Sunarto dan Andi Kartika (2003). Namun demikian periode waktu,
sampel serta variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu.
2.2
Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengernbangan Hipotesis
Keputusan Pembagian deviden dalam prosesnya akan melibatkan pemegang
saham dan manajemen yang berkaitan
dengan penentuan besarnya deviden yang dibayar serta laba ditahan untuk
kepentingan operasional perusahaan. Deviden akan dibagi pada pemegang saham
bila badan usaha menghasilkan cukup uang untuk membagi deviden. Beberapa faktor
yang diprediksi menjadi pertimbangan dalam pembagian deviden adalah :
profitabilitas, cash position, financial leverage, growth potential, likuiditas, earning
per share, dan deviden payout ratio.
Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih
perusahaan selama menjalankan periode operasinya. Keuntungan yang layak
dibagikan kepada para pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan
memenuhi kewajibannya. Profitability diduga
berpengaruh positif terhadap cash deviden. Dalam
suatu perusahaan posisi kas merupakan faktor penting dalam mengambil keputusan.
Posisi kas yang semakin kuat akan semakin besar kemampuan pembayaran deviden. Posisi kas diduga berpengaruh
positif terhadap deviden.
Financial
leverage mempunyai implikasi
penting, memperoleh dana dari hutang dapat mempertahankan pengendalian
perusahaan dengan investasi terbatas. Semakin cepat pertumbuhan
perusahaan, semakin banyak dana
yang dibutuhkan, semakin mungkin perusahaan menahan pendapatannya dan bukan membayarkan sebagai
deviden. Earning per share merupakan
perbandingan laba bersih setelah pajak pada satu tahun buku dengan jumlah saham
yang diterbitkan. Semakin besar deviden, semakin kecil pula earning after tax maka dampaknya
semakin kecil pula earning per share.
Posisi likuiditas sangat mempengaruhi kemampuan perusahaan membayar
deviden. Didasarkan pada masalah mendasar tentang alokasi dana antar laba yang
ditahan dengan pembagian deviden. Maka
untuk menyeimbangkan keduanya diperlukan rasio pada pembayaran deviden, yaitu deviden payout ratio.
Deviden Payout ratio menunjukan presentase penghasilan perusahaan yang dibayarkan kepada para
pemegang saham.
Berdasarkan
penjelasan diatas maka dibuat kerangka penelitian sebagai berikut :
Profitability
|
|
|
|
|
|
|
|
1 Pengaruh Profitability terhadap
Cash Deviden
Profitabilitas
adalah tingkat keuntungan bersih yang rnampu diraih perusahaan selama menjalankan
operasinya. Stabilitas profitabilitas mempunyai arti penting untuk mengurangi resiko apabila terjadi
penurunan laba yang memaksa manajemen untuk memotong deviden. Kestabilan dalam
profitabilitas dapat menetapkan tingkat
pembagian deviden yang mensinyalkan kualitas atas keuntungan perusahaan . Maka semakin tinggi profitabilitas maka semakin
besar puladeviden yang dibagikan. Profitablitas diukur dengan return on assets (ROA) yang merupakan perbandingan antara earning after tax dengan total assets. Keuntungan yarg layak
dibagikan kepada pernegang saham adalah keurrtungan setelah perusahaan rnemenuhi
kewajiban terapnya yaitu bunga dan pajak. Suharli (2006) menemukan bahwa
profitabilitas mempunyai dampak pengaruh positif terhadap devidend cash. Oleh
karena itu dividen yang diarnbil dari keuntungan bersih akan mempengaruhi
dividen.
Hl : Profitability berpengaruh
positif secara signifikan terhadap deviden cash
2 Pengaruh Cash Position
terhadap Cash Deviden
Di dalam
suatu perusahaan posisi kas merupakan faktor yangpenting yang harus
diperiimbangkan sebelum mengambil keputusan dikarenakan untuk menetapkar
besamya dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Cash Position merupakan rasio kas akhir tahun dengan earning after tax. Bagi perusahaan yang
memiliki posisi kas yang semakin kuat akan semakin besar kemampuamya untuk membayar
dividen. Faktor ini merupakan faktor intemal yang dapat dikendalikan oleh
manajernen perusahaan sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung bagi
kebijakan dividen. Sudarsi (2002) menyatakan bahwa dividen cash merupakan cash out flow, sehingga makin kuat
posisi kas perusahaan akan semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen,
dengan semakin meningkatnya cash ratio
maka meningkat pula keyakinan investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan.
Oleh sebab itu posisi kas sangat menunjang perusahaan dalam pembagian dividen
dikarenakan posisi kas berpengaruh secara positif terhadap dividen.
H2 : Cash Position berpengaruh
positif secara signifikan terhadap Cash Deviden
3 Pengaruh Financial Leverage terhadap
Cash Deviden
Financial
leverage atau pembiayaan dengan hutang, menurut Brigham dan Houston (2001)
memiliki implikasi penting, antara lain memperoleh dana melalui hutang membuat
pemegang saham dapat mempertahankan pengendalian atas perusahaan
denganinvestasi terbatas, kreditur melihat ekuitas atas dana yang disetor pemilik,
untuk memberikan margin pinjaman sehingga pemegang saham hanya membagikan
sebagian kecil dari total pembiayaan, maka sebagian besar resiko perusahaan ada
pada kreditur, jika perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih besar atas
investasi yang dibiayai dengan dan pinjaman dibanding
pembayaran bunga maka pengembalian
atas modal pemilik akanlebih besar, Semakin tinggi tingkat hutang semakin
banyak dana yang tersedia untuk membayar dividen yang lebih tinggi karena akan
memberikan sinyal positif dan menyebabkan nilai perusahaan naik. Dewi Diana (2006) menyatakan bahwa
perusahaan akan menambah hutang urtuk mendukung pembayaran dividen.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka
financial leverage diduga mempunyai pengaruh positif terhadap dividen.
H3 : Financial leverage berpengaruh
positif secara signifikan terhadap
Cash Deviden
4 Pengaruh Growth Potential
terhadap Cash Deviden
Untuk
meningkatkan nilai perusahaan disamping membuat kebijakan dividen maka
perusahaan dituntut untuk tumbuh. Semakin cepat tingkat pertumbuhan perusahaan,
semakin besar kebutuhan akan dana untuk membiayai perusahaan dalam melaksanakan
invasinya. Semakin besar kebutuhan dana dimasa mendatang, semakin mungkin perusahaan
menahan pendapatan dan bukan membayarkannya sebagai dividen. Karena itu potensi
pertumbuhan perusahaan menjadi faktor penting dalam kebijakan dividen.
Indikator untuk faktor ini adalah
tingkat pertumbuhan yang diatur tiap
tahun dalam total asset, akan tetapi Sudarsi (2002) menyatakan bahwa growth potential mempunyai pengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap rasio
pembayaran deviden.
H4 : Growth Potential berpengaruh negatif
secara signifikan terhadap
Cash Deviden
5 Pengaruh Earning Per Share terhadap
Cash Deviden
Earning
Per Share (EPS)merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada
satu tahun buku dengan jumlah saham yang diterbitkan. Laba bersih setelah pajak
ini disebut dengan Eaming After Tax
(EAT). Sernakin besar dividen yang dibagikan oleh perusahaan maka akan semakin
kecil pula(EAT) maka dampaknya semakin kecil pula Eaming Per Share (EPS). Meskipun perusahaan mengalami kerugian,
perusahaan tetap bisa membagikan deviden maka Earning After
Tax (EAT) bernilai negative yang akan mengakibatkan Eaming Per Share {EPS) juga bersifat negative, jadi dividend payout ratio dapat bernilai
negative jika Earning After Tax (EAT)
lebih kecil dari dividen, pemyatan tersebut juga didukung oleh Mutamimah dan
Sulistyo (2002) yang menyatakan bahwa
earning per share (EPS)
berpengaruh negatif terhadap dividen cash.
H5 : Earning Per Share berpengaruh
positif secara signifikan terhadap Cash
Deviden
6 Pengaruh likuiditas
terhadap Cash Deviden
Likuiditas
adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban atau utang jangka
pendeknya yang segera harus sesuai dengan aktiva lancarnya atau aliran kas
keluar., Apabila perusahaan memiliki likuiditas yang tinggi maka akan berdampak
pada kemampuan perusahaan daiam membayarkan dividen. Menurut Yuniningsih (2002) posisi likuiditas
dimana manajemen perusahaan mempertahankan tingkat likuiditas tertentu untuk
memberikan
perlindungan dan fleksibilitas keuangan terhadap ketidakpastian, posisi
likuiditas sangat mempengaruhi kemampuan perusahaan membayar deviden
H6 : Likuiditas berpengaruh positif
secara signifikan terhadap Cash Deviden
7. Hubungan Deviden Payout Ratio dan Cash Dividend
Selain dibagikan untuk deviden, laba juga dapat ditahan
oleh perusahaan untuk pertumbuhan perusahaan. Pada perusahaan yang sedang
tumbuh atau berkembang pertumbuhan perusahaan juga menjadi hal yang sangat
penting dan sangat diharapkan.. Semua pendanaan untuk pertumbuhan perusahaan
dilakukan melalui dana yang berasal dari laba ditahan. Dua kepentingan ini akan
selalu bertolak belakang, dimana jika perusahaan membagikan deviden maka porsi
laba ditahan akan semakin kecil sehingga akan menghambat tingkat pertumbuhan
perusahaan. Sedangkan jika perusahaan mengalokasikan laba ditahan untuk
pertumbuhan perusahaan maka porsi dana untuk pembagian deviden akan semakin
kecil dan hal ini akan memberikan sinyal yang kurang baik kepada investor.
Sehingga untuk menyeimbangkan dua kepentingan tersebut diperlukan rasio
terhadap pembayaran deviden, yaitu deviden payout ratio.
Devidend Payout Ratio (DPR) menunjukkan persentase penghasilan perusahaan yang
dibayarkan kepada para pemegang saham. Sehingga jika semakin tinggi tingkat
deviden yang dibayarkan, berarti semakin sedikit laba yang dapat ditahan.
Akibatnya akan terjadi hambatan pada tingkat pertumbuhan (rate of growth)
pendapatan dan harga saham perusahaan. Keputusan pembagian deviden memang sulit
diambil, manajemen sering menghadapi kesulitan dalam pengambilan keputusan
apakah deviden akan dibagikan atau akan menahan laba untuk kepentinga
perkembangan perusahaan. Rika Susanti (2010) menyimpulkan bahwadeviden payout ratio positif signifikan
terhadap nilai perusahaan
H7 ; Deviden Payout Ratio berpengaruh positif secara
signifikan terhadap Cash
Deviden
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu merupakan
penelitian penjelasan atau suatu penelitian untuk menjelaskan suatu fenomena
empiris atau yang telah terjadi.
3.2. Populasi, Sampel dan Penentuan Sampel
Populasi merupakan sekelompok orang
atau kejadian atau segala sesuatu yang memiliki karakteristik tertentu.
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini menggunakan data dari laporan
keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2008 - 2010. Objek penelitian yang diambil adalah
ROI, cash ratio, current ratio, earning
per share, devidend payout ratio dan dividend
cash.
Sampel merupakan bagian yang diambil dari
populasi dengan menggunakan metode-metode tertentu. Oleh sebab itu sampel harus
memiliki ciri-ciri dan karakteristik sesuai dengan populasinya. Dalam
penelitian ini sampel ditentukan secara purposive
sampling. Di dalam teknik purposive
sampling, populasi yang akan dijadikan sampel penelitian adalah populasi
yang memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan yang dikehendaki.
Kriteria-kriteria yang digunakan
peneliti untuk pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2008 sampai
2010
2. Perusahaan membagikan dividen 3 tahun berturut-turut, yaitu dari tahun
2008 sampai 2010
3. Perusahaan memiliki komponen laporan keuangan lengkap yang akan
digunakan sebagai objek penelitian yang meliputi ROI, cash ratio, current ratio, earning per share,
devidend payout ratio.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang yang diperlukan dan dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang
diukur dalam skala numeric (angka).
Data kuantitatif yang diperoleh meliputi laporan keuangan perusahaan dari
periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain) (Indriartoro
dan Supomo, 2002). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun
dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan. Bersumber dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan Indonesia Stock Exchange (IDX). Periode yang diambil
selama 3 tahun yaitu dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.
Adapun data yang diperlukan dan sumber pengumpulan data meliputi :
1.
Data perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI yang diperoleh dari Indonesian
Capital Market Directory 2008 - 2010 dan Indonesia Stock Exchange.
2. Data mengenai perusahaan manufaktur yang membagikan dividen selama
delapan tahun berturut-turut dari tahun 2008 sampai 2010 diperoleh dari IDX
tahunan, sedangkan variabel ROI, cash
ratio, current ratio, earning per share, devidend payout ratio diperoleh
dari laporan keuangan yang dimiliki oleh Indonesian
Capital Market Directory (ICMD) yang diperoleh melalui pojok (BEI) Undip.
Data penelitian ini meliputi laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan
data menggunakan metode dokumentasi atas data sekunder. Menurut (Indriarto dan
Supomo, 2002) pengumpulan data untuk
data sekunder menggunakan studi pustaka dengan melakukan penulusuran data.
Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dengan penelusuran data baik
secara manual maupun dengan komputer.
1.
Studi kepustakaan
Teori-teori dalam penelitian ini diperoleh dari
literatur, artikel jurnal, dan hasil penelitian terdahulu. Metode ini digunakan
untuk mempelajari dan memahami literatur-literatur yang berkaitan dengan
penelitian ini.
2. Teknik Dokumentasi
Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan
dengan metode dokumentasi yang dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen
atau data-data yang dibutuhkan. Data yang terkumpul diperoleh dari Pojok Bursa
Efek Indonesia (BEI).
Data-data
yang diperlukan yaitu ROI, cash ratio,
current ratio, earning per share, devidend payout ratio dan dividend cash yang merupakan komponen
laporan keuangan yang diperoleh dari Indonesian
Capital Market Directory (ICMD) dari Pojok BEI.
3.5. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti dalam
penelitian ini menggunakan variabel penelitian sebagai berikut:
1. Variabel independen
yaitu profitability, financial leverage, cash
position, earning per share, devidend payout ratio, growth potential, dan
likuiditas
2. Variabel dependen yaitu dividend cash
3.6. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah dividend
cash. Dividend cash (DC) adalah dividen
yang dibayarkan secara tunai oleh perusahaan kepada setiap pemegang saham. Dividend cash dihitung
berdasarkan total dividen perlembar saham dibagi jumlah perlembar saham pada
akhir tahun. Dengan rumus sebagai
berikut (Sunarto dan Andi Kartika, 2003)
Variabel independen yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi:
1. Profitability
Profitability
adalah tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan dalarn
rnenjalankan operasinya. Profitability yaituukuran Return On Assets (ROA) yang merupakan perbandingan antara earning
after tax dengan total assets. Rumusnya adalah (Nunung
Ghoniyah,2007)
TA
Keterangan :
PR: Profitability
ROA- Return on Assets
EAT: Eaming After Tax
TA= Total Assets
2. Cash Position
Cash Position merupakan rasio kas akhir tahun dengan Eaming After Tax. Cash Position dihitung berdasarkan perbandingan antara saldo akhir
tahun dengan Eaming After Tax (EAT) (Vicky Megawati, 2011)
EAT
Keterangan :
CP : Cash Position
EAT: Eaming After Tax
3- Financial Leverage
Variabel ini menggunakan debt ratio, debt ratio menunjukkan proporsi
penggunaan hutang oleh perusahaan sebagai modalnya atau menunjukkan seberapa
besar aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Rasio ini dihitung dengan rumus
sebagai berikut {Brigham dan Houston,2001}
Total Aktiva
Semakin tinggi tingkat hutang semakin banyak dana yang tersedia untuk
membayar dividen yang lebih tinggi karena akan memberikan sinyal positif dan
menyebabkan nilai perusahaan naik.
4. Growh Potential
Merupakan potensi pertumbuhan perusahaan yang diukur dengan selisih rasio
selisih total assets pada tahun t dengan total assets padatahun t-1 terhadap
total assets tahun t-1. Rasio ini diukur dengan rumus sebagai berikut (Sudarsi,2002)
TAt-1
Keterangan:
GP = Growth Potential
TA : Total Assets Tahun t
TAt -1 : Total Assets Tahun t-1
5. Earning per share
Eaming per share ( EPS ) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah
pajak pada satu tahun buku dengaa jumlah saham yang diterbitkan. Laba bersih
setelah pajak ini yang disebul dengan Eaming After Tax ( EAT ). Rasio ini diukur dengan rumus sebagai berikut (Tsaniyah, 2009)
Ss
Keterangan:
EPS : earning per share
EAT : eaming aftet tax
Ss : jumlah saham yang diterbitkan
6. Likuiditas
Likuiditas merupakan aliran kas keluar dimana likuiditas tersebut digunakan
perusahaan untuk membayar dividen, Rasio ini diukur dengan rumus sebagai
berikut (Edy Susanto, 2002)
CL
Keterangan:
LQ : Likuiditas
CA : Current Asset
I : Inventory
CL = Current liabilitas.
7. Devident Payout Ratio
Devident Payout Ratio adalah keuntungan yang layak dibagikan kepada
para pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh
kewajiban tetapnya, yaitu beban bunga dan pajak. Dengan rumus sebagai
berikut`(Engela Vianita dan Izzati Amperaningrum, 2009)
3.7. Teknik Analisis
Untuk menguji
hipotesis penelitian ini digunakan model Analisis Linear Berganda. Alasan
digunakannya uji statistik ini dikarenakan penelitian ini menggunakan lebih
dari satu variabel bebas.
DC = a + b1 PR+ b2 CP+ b3 FL+b4 GP +b5 EPS + b6
LIQ+b7 DPR + e
Keterangan :
DC : Variabel dependen dividend cash
a : Konstanta
b1 – b7 : Koefisien regresi dari setiap
independen variabel
e : Error term
3.7.1
Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum persamaan regresi linear dilakukan, data yang
ada lebih dahulu harus diuji kelayakannya menggunakan uji asumsi klasik. Supaya
persamaan regresi yang diperoleh dapat digunakan untuk menjawab permasalahan
yang ada. Yaitu diantaranya adalah :
1. Uji Normalitas
Uji
normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Model
regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal/mendekati normal.
Pengujian normalitas ini dapat dilakukan melalui analisis statistik (Ghozali,
2006).
Adapun pengukuran
melalui analisis statistik dapat dilihat melalui Kolmogorov-Smirnov test (K-S).
Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis:
Ho
= Data residual terdistribusi
normal
Ha
= Data residual tidak
terdistribusi normal
Dasar pengambilan
keputusan dalam uji K-S adalah sebagai berikut:
a. Apabila probabilitas nilai Z uji K-S signifikan
secara statistik maka Ho ditolak, yang berarti data terdistribusi tidak normal.
b. Apabila probabilitas nilai Z uji K-S tidak
signifikan statistik maka Ho diterima, yang berarti data terdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Multikolinearitas
dapat dilihat dengan cara menganalisis nilai VIF (Variance Inflation Factor). Jika nilai VIF > 10
menunjukkan adanya multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independen (Ghozali, 2005).
3.
Uji autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji
apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode sebelumnya t (t-1). Autokorelasi pada model regresi artinya terdapat korelasi antar
anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu saling berkorelasi. Untuk
mengetahui adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dilakukan pengujian
terhadap nilai Uji Durbin Watson (Uji D-W) dengan ketentuan sebagai berikut
(Algifari, 2000):
Kurang dari 1.10 = Ada Autokorelasi
1.10 – 1.54 = Tanpa kesimpulan
1.55 – 2.46
= Tidak ada Autokorelasi
2.46 – 2.90 = Tanpa kesimpulan
Lebih dari 2.91 = Ada Autokorelasi
4. Uji
Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas
bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap
maka disebut Homokedastisitas, dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heterokedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan grafik Scatterplot. Model regresi yang baik adalah yang
homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas (Ghozali,2005).
3.7.2 Uji Hipotesis
3.7.4.1 Uji
t (Uji Parsial)
Menunjukkan seberapa jauh
pengaruh variabel independen secara individual dapat menerangkan variasi
variabel dependen (Ghozali,2005). Cara melakukan uji t adalah :
a. Apabila jumlah degree of freedom (df)
adalah 20 atau lebih, dan derajat kepercayaan 5%, maka H0 ditolak atau menerima
hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara
individual mempengaruhi variabel dependen.
b. Apabila nilai t hitung lebih tinggi
dibandingkan t tabel, maka hipotesis alternatif diterima.
3.7.4.2
Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F)
Digunakan
untuk menunjukkan apakah semua variabel independen mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005). Kriteria uji F
adalah :
- Apabila nilai F
lebih besar daripada 4 maka H0 dapat ditolak pada derajat
kebebasan 5 %, atau dengan kata lain menerima hipotesis alternatif yang
menyatakan bahwa semua variabel independen secara serentak dan signifikan
mempengaruhi variabel dependen.
- Apabila nilai F hitung
lebih besar daripada nilai F tabel, maka hipotesis alternatif
diterima.
Pengambilan keputusan :
1. Apabila probabilitas tingkat kesalahan dari F
hitung lebih kecil dari pada
tingkat signifikansi yang
diharapkan (α=5%), maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti
bahwa variabel independen
yang terdiri dari Return on Asset (ROA), Cash Position (CP), Debt
Ratio (DR), Growth
Potensial (GP), Earning
Per Share (EPS), Liquiditas
(LQ). terhadap
variabel dependen Deviden
Cash (DC).
2. Apabila probabilitas tingkat kesalahan dari F
hitung lebih besar dari pada
tingkat signifikansi (α=5%),
maka H0 diterima
dan Ha ditolak.
Hal ini berarti
bahwa variabel independen yang
terdiri dari Return on Asset (ROA), Cash
Position (CP), Debt Ratio (DR), Growth Potensial (GP), Earning
Per Share (EPS), Liquiditas
(LQ). terhadap
variabel dependen Deviden
Cash (DC).
3.7.4.3 Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk melihat berapa persentase dari
variasi variabel terikat (devidend cash) dapat diterangkan oleh variasi
dari variabel bebas (ROI, cash ratio, current ratio, earning per share, devidend payout
ratio).
Koefisien determinasi dapat dilihat dari besarnya Adjusted R2 dalam tampilan output SPSS. Nilai
R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel bebas dalam
menjelaskan variasi variabel terikat amat terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarti variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi
variasi variabel terikat (
Ghozali, 2005).
Uji signifikansi (pengaruh nyata)
variabel dependen (dividend cash) terhadap variabel independen (ROI, cash ratio, current
ratio, earning per share, devidend payout ratio dan
dividend cash) baik secara bersama-sama maupun secara parsial
akan dilakukan dengan uji statistik F (F-test) dan uji statistic t (t-test).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi
Objek Penelitian
Perusahaan ini yang menjadi sampel adalah perusahaan
manufactur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan
perusahaan tersebut masuk dalam kriteria pemilihan sampel untuk periode
tahun 2008 sampai dengan 2010 yang memiliki kelengkapan data. Adapun hasil
proses seleksi sampel dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini :
Tabel 4.1 Proses Seleksi Sampel
Berdasarkan Kriteria
No
|
Keterangan
|
Jumlah
|
1.
|
Kriteria Sampel
:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2008 sampai 2010
2. Perusahaan tidak memiliki komponen laporan keuangan lengkap yang akan digunakan sebagai objek
penelitian yang meliputi ROI, cash ratio, current ratio, earning per share, devidend payout
ratio.
|
103
17
|
Jumlah perusahaan yang dijadikan
sampel penelitian
|
86
|
Sumber
: ICMD dan Annual Report
Dari tabel diatas dapat dijelaskan
dari 19 sektor industri yaitu ada 103 perusahaan yang list tahun 2008 sampai
dengan tahun 2010, sementara ada 17 perusahaan yang tidak memiliki laporan
keuangan lengkap yang dibutuhkan dalam penelitian ini sehingga perusahaan yang
di jadikan sampel dan memenuhi persyaratan dalam penelitian ini adalah 86
perusahaan yang berasal dari 19 sektor Industri.
4.2 Analisis Deskriptive
Berikut akan dijelaskan analisis deskriptif yaitu
menjelaskan deskripsi data dari seluruh variabel yang akan dimasukkan dalam
model penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2
Perhitungan Mean dan Standar Deviation Variabel
Penelitian
Sumber : Output SPSS 17
Berdasarkan hasil
perhitungan pada table 4.2 terdapat 258 observasi
dari 86 perusahaan selama 3 tahun (n 86 x 3 = 258), dapat dijelaskan sebagai berikut :
Return on Asset (ROA) adalah tingkat
keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan dalarn rnenjalankan
operasinya. Nilai rata-rata ROA selama
periode pengamatan (2008-2010) rata-ratanya (mean) 0,1120 dengan standart deviasinya sebesar 0,20231 hal ini
mengindikasikan hasil yang kurang baik (mean < Standart deviasi). Jadi dapat
diketahui kemampuan perusahaan dalam memperoleh ROA adalah 0,1120%. Kondisi ini
menunjukkan perusahaan sampel sangat berfluktuasi, rata-rata jarak antara
perusahaan yang rasio laba setelah pajaknya dan total assetnya positif dan
tinggi cukup jauh dengan rata-rata perusahaan yang rasio antara laba dan total
assetnya negatif dan sangat rendah.
Cash Position (CP) adalah rasio pebandingan Kas Akhir Tahun dengan EAT. CP selama periode pengamatan (2008-2010) rata-ratanya sebesar sebesar
5,2023 dengan
standart deviation (SD) sebesar 38,55886
hal ini menunjukkan hasil kurang baik (mean < standart deviasi), Jadi dapat
diketahui kemampuan perusahaan melaui rasio Cash Position mengumpulkan cash
flownya tiap tahunnya adalah 5,2023%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi cash position perusahaan sampel sangat
berfluktuasi rata-rata jarak antara perusahaan yang rasio kas akhir tahun dan
laba setelah pajaknya positif dan tinggi cukup jauh dengan rata-rata perusahaan
yang rasio antara kas akhir tahun dan laba setelah pajaknya negatif dan sangat
rendah.
Debt Ratio (DR) adalah menunjukkan
proporsi penggunaan hutang oleh perusahaan sebagai modalnya atau menunjukkan
seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Rata-rata DR sebesar 0,5592 dengan standart
deviasinya 0,67378. Jadi kemampuan perusahaan dalam mengolah hutang sebagai
modalnya adalah 0,5592%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi debt ratio perusahaan sampel sangat
berfluktuasi antara perusahaan yang rasio total hutang dan total aktivanya
positif dan tinggi cukup jauh dengan rata-rata perusahaan yang rasio antara total
hutang dan total aktivanya negatif dan sangat rendah.
Growth Potensial (GP) adalah rasio untuk
mengetahui pertumbuhan perusahaan. Rata-rata GP selama periode
pengamatan (2008-2010), rata-ratanya (mean) sebesar 0,6268 dengan standart deviation (SD) sebesar 7.29743. Jadi kemampuan perusahaan dalam memperoleh
GP adalah 0,6268%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi growth potensial perusahaan sampel sangat berfluktuasi antara
perusahaan yang rasio total asset pada tahun t dan total asset pada tahun t-1
positif dan tinggi cukup jauh dengan rata-rata perusahaan yang rasio total asset
pada tahun t dan total asset pada tahun t-1 negatif dan sangat rendah.
Earning Per Share (EPS) adalah kemampuan rata-rata
aktiva dalam menghasilkan laba
sebelum pajak. Rata-rata EPS menunjukkan penyimpangan data yang tertinggi, dikarenakan
nilai standar deviationnya lebih tinggi daripada mean. Dimana rata-rata EPS selama periode
pengamatan (2008-2010) sebesar 50,3966 dengan standar deviation (SD) sebesar 135.90522. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai SD lebih besar daripada rata-rata EPS yang menunjukkan bahwa data
variabel EPS mengindikasikan hasil yang kurang baik, hal
tersebut dikarenakan standart deviation yang mencerminkan penyimpangan dari
data variabel tersebut cukup tinggi karena lebih besar daripada nilai
rata-ratanya. Maka dapat diketahui
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan sebelum pajak adalah 50,03966%. Kondisi
ini menunjukkan bahwa kondisi earning per
share perusahaan sampel sangat berfluktuasi antara perusahaan yang rasio
laba setelah pajaknya dan jumlah saham yang diterbitkannya positif dan tinggi
cukup jauh dengan rata-rata perusahaan yang rasio antara laba setelah pajaknya
dan jumlah saham yang diterbitkannya negatif dan sangat rendah.
Liquiditas (LQ) adalah aliran kas
keluar dimana likuiditas tersebut digunakan perusahaan untuk membayar dividen. Rata-rata LQ sebesar 5,9514 dengan standart deviasi
sebesar 49,49734. Jadi kemampuan perusahaan dalam mengelola LQ adalah 5,9514%. Kondisi
ini menunjukkan bahwa kondisi liquiditas perusahaan
sampel sangat berfluktuasi antara perusahaan yang rasio current asset dari
inventory dibandingkan dengan current liabilitynya positif dan tinggi cukup
jauh dengan rata-rata perusahaan yang rasio antara current asset dari inventory
dibandingkan dengan current liabilitynya negatif dan sangat rendah.
Devidend Payout Ratio (DPR) adalah proporsi perbandingan antara total
jumlah devidend yang dibayarkan dengan banyaknya jumlah laba per saham yang
dimiliki perusahaan. Rata-rata DPR selama periode pengamatan (2008-2010),
rata-ratanya (mean) sebesar 0,1713 dengan standart deviation (SD) sebesar 6.20462. Jadi kemampuan perusahaan dalam memperoleh
DPR adalah 0,1713%. Kondisi devidend
payout ratio perusahaan sampel sangat berfluktuasi antara perusahaan yang
rasio deviden kas tahunan dengan laba per lembar saham positif dan tinggi cukup
jauh dengan rata-rata perusahaan yang rasio antara deviden kas tahunan dengan
laba per lembar sahamnya negatif dan sangat rendah.
Deviden Cash (DC) adalah rata-rata DC selama periode pengamatan (2008-2010), rata-rata (mean) sebesar 6.7497 dengan standart
deviation (SD) sebesar 47,96783. Hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam membayarkan secara tunai
dividend oleh perusahaan
kepada setiap pemegang saham
rata-rata sebesar 6,7497%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi devidend cash perusahaan sampel sangat
berfluktuasi antara perusahaan yang rasio total deviden dibandingkan dengan
jumlah per lembar saham positif dan tinggi cukup jauh dengan rata-rata
perusahaan yang rasio antara total deviden dibandingkan dengan jumlah per
lembar sahamnya negatif dan sangat rendah.
4.3 Uji Asumsi Klasik
4.3.1
Uji Normalitas
Uji normalitas
bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal atau tidak, salah satu cara termudah untuk melihat
normalitas adalah dengan melihat grafik
probality plot yang membandingkan antara data observasi
dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Berdasarkan Gambar 4.2 Uji Normalitas yang
terbentuk sebagai berikut:
Tabel 4.3 Uji Normalitas (Sebelum Data Outlier
Dihilangkan)
Sumber : Output SPSS 17
Berdasarkan hasil pada
Tabel 4.2
diatas, menunjukkan bahwa pengujian nilai residual regresi variabel X
(Return on Asset, Cash Position, Debt Ratio, Growth Potensial, Earning Per Share, Liquiditas) dan Y (Devidend
Cash) belum
terdistribusi normal. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 5,584 dengan signifikansi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti data residual belum
terdistribusi secara normal.
Dengan
hasil demikan maka data outlier harus dihilangkan, setelah outlier dihilangkan data
penelitian yang semula berjumlah 258 observasi tersisa menjadi 133 data
observasi. Sehingga dapat diperoleh hasil sebagai berikut.
Tabel 4.4 Uji Normalitas (Setelah Data Outlier
Dihilangkan)
One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test
|
||
Residual
|
||
N
|
133
|
|
Normal Parametersa,,b
|
Mean
|
.1967
|
Std. Deviation
|
3.23355
|
|
Most Extreme Differences
|
Absolute
|
.117
|
Positive
|
.072
|
|
Negative
|
-.117
|
|
Kolmogorov-Smirnov Z
|
1.354
|
|
Asymp. Sig. (2-tailed)
|
.051
|
|
a. Test distribution is
Normal.
|
||
b. Calculated from data.
|
Sumber : Output SPSS 17
Dari
hasil tabel 4.3 dihasilkan nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 1,354 dengan
signifikansi 0,051 yang lebih besar dari 0,05 yang berarti data dalam penelitian ini telah
terdistribusi secara normal.
4.3.2
Uji
Multikolinieritas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Dimana
model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen atau tidak terjadi Multikolinearitas. Pengujian Multikolinearitas
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Uji Multikolinieritas
Coefficientsa
|
|||
Model
|
Collinearity
Statistics
|
||
Tolerance
|
VIF
|
||
1
|
ROA
|
.523
|
1.911
|
Cash Position
|
.714
|
1.401
|
|
Debt Ratio
|
.655
|
1.526
|
|
Growth Potensial
|
.854
|
1.170
|
|
Earning Per Share
|
.798
|
1.254
|
|
Liquiditas
|
.595
|
1.681
|
|
Devidend Payout Ratio
|
.707
|
1.413
|
|
a. Dependent Variable: Devidend
Cash
|
Sumber : Output SPSS 17
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, terlihat bahwa semua
variabel independen memiliki angka VIF tidak lebih besar dari 10. Demikian juga
Tolerance Value kurang dari 1. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model
regresi tersebut tidak terdapat problem Multikolinearitas.
4.3.3
Uji
Autokorelasi
Penyimpangan
autokorelasi dalam penelitian ini diuji dengan uji Durbin-Watson (DW-test).
Hasil regresi dengan level of signifikan 0,05 dengan sejumlah variabel independen 7 dan banyak data observasi 133, maka di peroleh du = 1.828 dan dl = 1.607 dengan 4-du = 2,172 dan 4-dl = 2,393. Adapun
hasil dari uji autokorelasi dapat dilihat pada table 4.5 sebagai berikut:
Tabel
4.6 Uji Autokorelasi
Model Summaryb
|
|
Model
|
Durbin-Watson
|
1
|
2.094a
|
a. Predictors:
(Constant), Devidend Payout Ratio, Liquiditas, Cash Position, Growth
Potensial, Earning Per Share, Debt Ratio, ROA
|
|
b. Dependent
Variable: Devidend Cash
|
Sumber : Output SPSS 17
Gambar 4.2
Daerah Keputusan
Autokorelasi
Auto
korelasi
Negatif
|
Tidak
ada Autokorelasi
autokorelasi
|
Tanpa
Kesimpulan
|
Tanpa
Kesimpulan
|
Auto korelasi
Positif
|
1,607 1,828 2,094 2,172 2,393
4.3.4
Uji
Heteroskedasitas
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut homoskesdastisitas, dan jika varians berbeda
disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
heteroskedastisitas. Hasil pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat pada
gambar berikut ini:
Gambar 4.3 Uji Heteroskedasitas Sebelum Transformasi
Sumber : Output SPSS 17
Pada gambar terlihat titik-titik tidak menyebar
secara acak, hal ini menunjukkan adanya heteroskedasitas pada model regresi.
Dari hasil tersebut maka keseluruhan data di transformasikan ke dalam bentuk
akar (SQRT). Hasil transformasi dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.
Gambar
4.4 Uji Heteroskedasitas Setelah Tranformasi
Sumber : Output SPSS 17
Pada gambar terlihat titik-titik menyebar secara
acak, dan tidak membuat sebuah pola tertentu yang jelas, serta tersebar baik di
atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. hal ini berarti tidak terjadi heteroskedasitas pada model regresi.
4.3.5
Uji Regresi Linear Berganda
Analisis pengaruh ROA (X1), Cash Potion (X2), Debt Ratio (X3), Growth Potensial (X4), Earning Per Share (X5), Liquiditas (X6), Deviden Payout Ratio (X7) terhadap Deviden Cash
(Y) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dapat dilihat dari hasil analisis regresi berganda. Pengujian
koefisien regresi bertujuan untuk menguji signifikansi hubungan antara variabel
independen (X) dengan variabel dependen (Y) baik secara bersama-sama (dengan ui
F) maupun secara individual (dengan uji t) serta dengan uji koefisien
determinasi. Dalam penelitian ini uji hipotesis yang digunakan meliputu; uji
parsial (t-test), uji pengaruh simulta (F-test), uji koefisien determinasi
(R²).
4.3.5.1 Uji Parsial (Uji t)
Berdasarkan
hasil output SPSS nampak bahwa pengaruh secara parsial tujuh variabel independen
tersebut ROA (X1), Cash
Potion (X2), Debt Ratio (X3), Growth Potensial (X4 Earning Per Share (X5), Liquiditas (X6), Deviden Payout Ratio (X7) terhadap Deviden Cash (Y) seperti ditunjukkan pada table 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.7 Uji Regresi Linear Berganda
Coefficientsa
|
||||||
Model
|
Unstandardized
Coefficients
|
Standardized
Coefficients
|
t
|
Sig.
|
||
B
|
Std. Error
|
Beta
|
||||
1
|
(Constant)
|
-3.783
|
1.364
|
-2.774
|
.006
|
|
ROA
|
26.294
|
6.367
|
.434
|
4.130
|
.000
|
|
Cash Position
|
.383
|
.247
|
.140
|
1.551
|
.123
|
|
Debt Ratio
|
.680
|
1.530
|
.042
|
.444
|
.658
|
|
Growth Potensial
|
1.208
|
1.852
|
.054
|
.652
|
.515
|
|
Earning Per Share
|
.064
|
.019
|
.293
|
3.438
|
.001
|
|
Liquiditas
|
.216
|
.405
|
.053
|
.533
|
.595
|
|
Devidend Payout Ratio
|
1.632
|
.537
|
.275
|
3.042
|
.003
|
|
a. Dependent Variable: Devidend
Cash
|
Sumber : Output SPSS 17
Sesuai tabel di atas, diformulasikan persamaan regresi sebagai berikut.
Y
= -3,783 + 26,294X1
+ 0,383X2 + 0,680X3
+ 1,208X4 + 0,064X5 + 0,216X6 + 1,632X7
Persamaan regresi tersebut menjelaskan hal-hal
sebagai berikut :
b0 = -3,783, Artinya, apabila ROA (X1), Cash Position (X2), Debt Ratio (X3), Growth Potensial (X4), Earning Per Share (X5), Liquiditas (X6), Deviden Payout Ratio (X7) nilainya tetap, maka Deviden Cash (Y) akan bertambah dengan skor 37,83.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan akan membayar atau
membagikan dividen apabila keadaan perusahaan laba. Maka dapat di analisis
bahwa jumlah deviden yang dibagikan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai
dengan perkembangan laba bersih yang diperoleh perusahaan setiap tahunnya (Van
Horne dalam Hety Meliani Lubis, 2009).
b1 = 26,294 Artinya,
apabila ROA (X1) meningkat sebesar 10, maka Deviden Cash (Y) akan bertambah dengan skor 262,94 dengan anggapan rasio yang lain konstan.
Dari
output uji regresi pada tabel 4.7 dapat diketahui ROA terbukti berpengaruh positif
signifikan terhadap Deviden Cash,
berarti dapat diketahui variabel ROA berpengaruh searah terhadap variabel Deviden Cash, apabila ROA bertambah maka
Deviden Cash akan meningkat, begitu
juga sebaliknya apabila ROA menurun maka Deviden
Cash akan berkurang maka H1 diterima.
Hal ini juga didukung oleh penelitian dari Dewi Diana (2006) yang menyatakan bahwa
profitabilitas berpengaruh positif
signifikan terhadap deviden kas,
Dalam
penelitian ini mengacu pada penelitian Theobelt (1978) dan Fiorentina (2001) yang mengemukakan bahwa
profitabilitas adalah sebagai daya tarik utama bagi
pemilik perusahaan (pemegang saham) dan para calon investor dalam suatu perusahaan Dalam konteks ini profitabilitas
berarti hasil yang diperoleh melalui usaha manajemen terhadap dana yang
diinvestasikan pemilik dan investor.
b2 = 0,383 Artinya,
apabila Cash Position (X2) meningkat sebesar 10, maka Deviden Cash (Y) akan
meningkat dengan skor 3,83 dengan anggapan rasio
yang lain konstan.
Dari
output uji regresi pada tabel 4.7 dapat diketahui Cash Position berpengaruh
positif tidak signifikan terhadap Deviden Cash, berarti variabel Cash Position
berbanding searah dengan variabel Deviden Cash, apabila Cash Position meningkat
maka Deviden Cash akan meningkat, begitu
juga sebaliknya apabila Cash Position menurun maka deviden Cash akan menurun.
Hal ini berarti H2 ditolak karena Cash
Position tidak secara signifikan berpengaruh positif
terhadap Deviden Cash sedangkan kas yang ada pada neraca perusahaan merupakan aset
yang likuid apabila digunakan untuk keperluan operasional peusahaan dalam
menghasilakan laba atau keuntungan perusahaan. Kas yang diperoleh dari
aktivitas operasi, yang terdiri dari aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.
Dari hasil kegiatan tersebut menghasilkan laba bersih. Oleh karena itu laba
bersih akan mengurangi saldo laba pada neraca yang meningkatkan kemampuan rasio
dalam membayar Dividen. Penelitian ini tidak sesuai
dengan penelitian Sudarsi (2002) yang menemukan bahwa Cash Position berpengaruh
Positif tetapi signikan terhadap Deviden Cash.
b3 = 0,680 Artinya, apabila Debt Ratio (X3) meningkat sebesar 10, maka Deviden
Cash (Y) akan meningkat
dengan skor 0,01 dengan anggapan rasio yang lain konstan.
Dari
output uji regresi pada tabel 4.7 dapat diketahui Debt Ratio berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Deviden Cash, berarti dapat
diketahui variabel Debt Ratio berbanding
searah dengan variabel Deviden Cash, apabila Cash Position meningkat maka Deviden
Cash akan meningkat, begitu juga sebaliknya apabila Debt Ratio menurun maka Deviden Cash akan meningkat. Maka H3 ditolak.
Hal
ini berbeda dengan yang ditunjukan pada penelitian dari
Sunarto dan andi Kartika (2003) menunjukkan debt ratio negative tidak signifikan. Maka daripada itu Debt Ratio tidak dipertimbangkan dalam pembayaran besarnya Deviden Cash. Sehingga para pemegang
saham tidak terlalu penting mempertimbangkan Debt Ratio saat mengharapkan pembagian Deviden Cash yang besar.
b4 = 1,208 Artinya, apabila
Growth Potensial (X4) meningkat
sebesar 10, maka Deviden Cash (Y) akan meningkat dengan skor 12,08 dengan anggapan rasio
yang lain konstan.
Dari
output uji regresi pada tabel 4.7 dapat diketahui Growth Potensial berpengaruh
positif tidak signifikan terhadap Deviden Cash,
berarti dapat diketahui variabel Growth Potensial berbanding searah
dengan variabel Deviden Cash, apabila
Growth Potensial meningkat maka Deviden Cash akan meningkat, begitu juga sebaliknya apabila Growth
Potensial menurun maka Deviden Cash akan menurun. Berbeda lagi yang ditemukan
oleh Sudarsi (2002) bahwa potensi pertumbuhan berbanding terbalik dengan
deviden atau negative tidak signifikan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa H4 ditolak sedangkan perusahaan yang mengharapkan tingkat pertumbuhan
penjualan yang tinggi akan mempertahankan rasio pembayaran dividen yang rendah untuk
memperkuat pembiayaan internal.
b5 = 0,064 Artinya,
apabila EPS (X5) meningkat sebesar 10, maka Deviden Cash (Y) akan bertambah dengan skor 0,64 dengan anggapan rasio
yang lain konstan.
Dari output uji regresi pada tabel 4.7 dapat diketahui
Earning Per Shared berpengaruh positif signifikan terhadap Deviden Cash,
berarti dapat diketahui variabel Earning
Per Shared berbanding searah dengan variabel Deviden Cash, apabila Earning Per
Shared meningkat maka Deviden Cash akan
meningkat, begitu juga sebaliknya apabila Earning Per Shared menurun
maka Deviden Cash akan menurun. Maka H5 dapat diterima.
Hal ini mengindikasikan bahwa Earning Per Share dipertimbangkan
oleh manajemen dalam pembayaran dividen kas. Earning Per Share berpengaruh
signifikan positif terhadap Dividen Cash, hal ini disebabkan karena pendapatan
per lembar saham (earning per share) merupakan total keuntungan yang diperoleh
oleh investor untuk setiap lembar sahamnya. Semakin besar earning after tax.
Pendapat ini juga didukung oleh Dewi Diana (2006) yang juga menyatakan
bahwa earning per share berbanding
searah atau positif signifikan terhadap deviden cash.
b6 = 0,216 Artinya,
apabila Liquiditas (X6) meningkat sebesar 10, maka Deviden Cash (Y) akan bertambah dengan skor 2,16 dengan anggapan rasio yang lain konstan.
Dari
output uji regresi pada tabel 4.7 dapat diketahui Liquiditas berpengaruh positif
tidak signifikan, berarti dapat diketahui variabel Liquiditas berbanding searah
dengan variabel Deviden Cash, apabila Liquiditas berkurang maka Deviden Cash
akan menurun, begitu juga sebaliknya apabila Liquiditas meningkat maka deviden
Cash akan bertambah. Maka H6 ditolak.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Sunarto dan Andi Kartika
(2003) yang bahwa Rasio Liquiditas berpengaruh negatif
tidak signifikan terhadap Devidend Cash.
Dalam hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa
perusahaan akan menambah hutang urtuk mendukung pembayaran dividen karena Liquiditas memiliki pengaruh yang positif
terhadap Devidend Cash. Hal ini sesuai dengan teori “Apabila suatu perusahaan menetapkan bahwa
pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus
sebagian besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, yang ini berarti
bahwa hanya sebagian kecil saja dari pendapatan atau earning yang dapat
dibayarkan sebagai dividen” (Bambang Riyanto 1998).
b7 = 1,632 Artinya, apabila Deviden Payout Ratio (X7) meningkat sebesar 10, maka Deviden Cash (Y) akan meningkat dengan skor 16,32 dengan anggapan rasio
yang lain konstan.
Dari
output uji regresi pada tabel 4.7 dapat diketahui Deviden Payout Ratio berpengaruh positif signifikan terhadap Deviden Cash, berarti dapat
diketahui variabel Deviden Payout Ratio berbanding searah dengan variabel Deviden Cash, apabila Deviden Payout Ratio meningkat maka Deviden Cash akan meningkat, begitu juga
sebaliknya apabila Deviden Payout Ratio
menurun maka Deviden Cash akan
menurun. Maka H7 dapat diterima,
Hal
ini mengindikasikan bahwa Deviden Payout
Ratio dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pembayaran Deviden Cash. Hasil ini sesuai dengan
teori bahwa Deviden Payout Ratio
merupakan bagian laba perusahaan yang dibayarkan dalam bentuk deviden. Menurut
Limnert dalam Yeti Meliani Lubis (2009), perusahaan menetapkan target Deviden Payout Ratio yang didasarkan
pada target keuntungan. Jika keuntungan tercapai dan dianggap stabil maka
perusahaan akan menyesuaikan deviden yang dibayarkan.
4.3.5.2 Uji Simultan (Uji F )
Berdasarkan
hasil output SPSS nampak bahwa pengaruh secara parsial tujuh variabel independen
tersebut ROA (X1), Cash
Potion (X2), Debt Ratio (X3), Growth Potensial (X4), Earning Per Share (X5), Liquiditas (X6), Deviden Payout Ratio (X7) terhadap Deviden Cash (Y) seperti ditunjukkan pada table 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.8 Uji Simultan (Uji F)
ANOVAb
|
||||||
Model
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
|
1
|
Regression
|
480.137
|
7
|
68.591
|
6.842
|
.000a
|
Residual
|
1253.038
|
125
|
10.024
|
|||
Total
|
1733.174
|
132
|
||||
a. Predictors: (Constant),
Devidend Payout Ratio, Liquiditas, Cash Position, Growth Potensial, Earning
Per Share, Debt Ratio, ROA
|
||||||
b. Dependent Variable: Devidend
Cash
|
Sumber : Output SPSS 17
Dari
hasil perhitungan yang diperoleh nilai F sebesar 6,842 dan nilai signifikan sebesar 0,000. Karena
nilai signifikansi lebih kecil dari 5% atau 0,05 maka hipotesis diterima dan
terdapat pengaruh yang signifikan variabel ROA (X1), Cash Potion (X2), Debt Ratio (X3), Growth Potensial (X4), Liquiditas (X5), Earning Per Share (X6), Deviden Payout Ratio (X7) secara simultan mempengaruhi variabel Deviden Cash (Y)
4.3.5.3 Uji Determinasi
Uji
koefisien determinasi digunakan untuk melihat berapa persentase dari variasi variabel terikat Devidend Cash (Y) dapat diterangkan oleh variasi dari variabel
bebas ROA (X1), Cash Potion (X2), Debt Ratio (X3), Growth Potensial (X4), Liquiditas (X5), Earning Per Share (X6), Deviden Payout Ratio (X7).
Berdasarkan hasil output SPSS besarnya nilai adjusted R² dapat dilihat pada table
4.6 sebagai
berikut :
Tabel
4.9 Uji Determinasi
Model Summaryb
|
||||
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the
Estimate
|
1
|
.526a
|
.277
|
.237
|
3.16612
|
a. Predictors: (Constant),
Devidend Payout Ratio, Liquiditas, Cash Position, Growth Potensial, Earning
Per Share, Debt Ratio, ROA
|
||||
b. Dependent Variable: Devidend
Cash
|
Sumber : Output SPSS 17
Dilihat
dari table diatas, nilai koefisien Determinasi (adjusted R²) sebesar 0,237 atau 23,7% hal ini berarti 23,7% variasi Deviden Cash (Y) yang bisa
dijelaskan oleh variasi dari ketujuh variabel independen yaitu, ROA (X1), Cash Potion (X2), Debt Ratio (X3), Growth Potensial (X4), Liquiditas (X5), Earning Per Share (X6), Deviden Payout Ratio (X7). Sedangkan 76,3%
dipengaruhi oleh variabel diluar model regresi. Standar
Error of estimate (SEE) sebesar 3,16612. Makin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat
dalam memprediksi variabel dependen.
4.4 Pembahasan
Hasil uji
F, ketujuh variabel
independen yaitu ROA (X1), Cash Position (X2), Debt Ratio (X3), Growth Potensial (X4), Earning Per Share (X5), Liquiditas (X6), Deviden
Payout Ratio (X7) secara
bersama-sama memiliki pengaruh
signifikan terhadap Deviden Cash (Y) . Hasil ini menunjukkan bahwa
ketujuh variabel tersebut terbukti
mempengaruhi Deviden Cash. Maka dapat dibuktikan
kriteria uji F dalam penelitian
ini
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima karena terbukti
signifikansi lebih kecil dari 0,05.
ROA (X1) berpengaruh positif signifikan terhadap Deviden Cash. ROA menunjukkan kemampuan modal yang
diinvestasikan dalam total
aktiva untuk menghasilkan
laba perusahaan. Semakin besar
ROA mensinyalir bahwa
kinerja perusahaan semakin meningkat karena
tingkat kembalian investasi
(return) yang semakin
besar, maka meningkatnya ROA
juga akan meningkatkan
pendapatan dividen terutama dividen
kas. Hal ini
dikarenakan perusahaan yang
mampu menghasilkan laba yang
besar akan cenderung
memberikan sinyal yang positif
bahwa perusahaan akan
membayar dividen lebih
besar kepada pemegang saham. Hal ini juga
didukung oleh penelitian dari Dewi
Diana (2006) dan Novianty Palino
(2012) yang menyatakan bahwa ROA berpengaruh
positif signifikan terhadap deviden kas. Dengan demikian ROA patut dipertimbangkan para pemegang saham ketika para
pemegang saham mengharapkan besarnya deviden kas yang akan dibagikan
perusahaan, seperti yang diungkap Pathington dalam Nur Hidayati (2006) variabel
investasi yang diukur dari aktiva tetap (bersih) operasi dapat digunakan untuk
memprediksi kebijakan Deviden Cash, maka
H1 dapat diterima.
Cash Position (X2) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap Deviden Cash, Posisi kas perusahaan merupakan faktor penting yang harus
dipertimbangkan sebelum mengambil
keputusan untuk menetapkan besarnya dividen yang akan
dibayarkan kepada para pemegang saham, hal ini dikarenakan dividen merupakan
arus cash outflow, maka tentu saja memerlukan tersedianya kas yang cukup atau posisi likuiditas harus
terjaga, sehingga walaupun perusahaan
memperoleh laba yang
tinggi dan beban
hutang beserta bunga yang rendah,
namun jika tidak
didukung oleh posisi
kas yang kuat, maka
kemampuan pembayaran dividennya rendah, sedangkan pembayaran dividen
berupa tunai/cash. Hal ini berarti bahwa
semakin kuatnya posisi kas suatu perusahaan
terhadap prospek kebutuhan dana
diwaktu-waktu mendatang, maka semakin tinggi
rasio pembayaran dividennya. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian Sudarsi (2002) yang menemukan bahwa Cash Position berpengaruh
Positif tetapi signikan terhadap Deviden Cash. Seperti disimpulkan oleh Nur Hidayati (2006) Dengan demikian keadaan
Cash Position tidak perlu dipertimbangkan oleh manajemen dalam pembagian Deviden
Cash, maka H2 ditolak.
Debt Ratio (X3) berpengaruh
positif tidak signifikan terhadap Deviden Cash. Debt
ratio merupakan ratio antara
total hutang (total debts) baik hutang
jangka pendek (current liability) dan hutang jangka panjang terhadap total
aktiva (total assets) baik aktiva lancar (current assets) maupun aktiva tetap
(fixed asset) dan aktiva lainnya (others assets) (Ang dalam Amaliah, 2008). Rasio
ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang
digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya.
Semakin besar debt ratio menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan
perusahaan terhadap pihak eksternal dan semakin besar pula beban biaya hutang
yang harus dibayar oleh perusahaan. Hal ini berbeda
dengan yang ditunjukan pada penelitian sebelumnya oleh Sunarto dan Andi Kartika (2003) menunjukkan debt ratio
negative tidak signifikan artinya
berbanding terbalik apabila hutang perusahaan semakin kecil berarti keadaan
modal perusahaan masih cukup baik untuk mengelola aktivitas operasionalnya (Tsaniyah,
2009), maka H3 ditolak.
Growth
Potensial (X4) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Deviden Cash. Growth Potensial adalah
Rasio yang mengukur tingkat pertumnuhan perusahaan. Manajer
dalam bisnis perusahaan dengan memperhatikan pertumbuhan lebih menyukai untuk
menginvestasikan pendapatan setelah pajak dan mengharapkan kinerja dari dividen
akan lebih kuat dalam pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan (Charitou dan
Vafeas, 1998). Pembayaran dividen yang
tinggi akan mengurangi ekuitas biaya agen namun akan menaikkan biaya transaksi
yang berhubungan dengan pendanaan internal (Rozeff, 1982 dalam Hatta 2002).
Bagi perusahaan dengan tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang tinggi
kecenderungan perusahaan membagikan dividen lebih konsisten dibanding dengan
perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah (Hatta, 2002). Hal ini tidak
sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Sudarsi (2002)
bahwa potensi pertumbuhan berbanding terbalik dengan deviden atau negative
tidak signifikan. Dengan demikian
maka H4 ditolak.
Earning
Per Share (X5) berpengaruh positif signifikan terhadap Deviden Cash. Pendapatan per lembar
saham atau yang lebih dikenal dengan Earning
Per Share adalah antara perbandingan antara laba setelah pajak dengan
jumlah lembar saham yang dimiliki oleh perusahaan. Earning Per Share suatu perusahaan dapat dijadikan sebagai
indikator untuk menilai apakah suatu perusahaan mampu meningkatkan
keuntungannya, yang berarti juga meningkatkan kekayaan pemegang saham. Semakin besar earning after tax (EAT) maka
pendapatan dividen per lembar saham (cash dividend per share) yang akan
diterima oleh para pemegang saham biasa (common stock) juga semakin besar. Hal
tersebut dengan asumsi jika dividen para pemegang saham minoritas dan jumlah saham
yang beredar (saham biasa) relatif tetap. Teori ini juga didukung oleh Dewi Diana (2006) yang juga
menyatakan bahwa earning per share berbanding searah atau positif signifikan
terhadap deviden cash. Dengan
demikian H5 dapat diterima.
Liquiditas (X6) berpengaruh positif
tidak signifikan terhadap Deviden Cash. Liquiditas
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban
jangka pendek. Hal ini menunjukkan adanya reaksi yang positif dari para
manajemen perusahaan terhadap tingkat rasio Liquiditas. Hasil ini sesuai
dengan teori yang mendasarinya dimana Liquiditas merupakan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi
(Riyanto dalam Yeti, 2009). Sesuai dengan penelitian Tsaniyah (2009)
menyimpulkan bahwa perusahaan demikian karena memiliki aktiva lancar yang masih
lebih besar dari pada hutang lancar perusahaan, sehingga perusahaan dalam
membayar kewajiban lancar masih cukup baik jadi belum perlu dijadikan
pertimbangan bagi manajemen perusahaan untuk pembagian deviden. Maka H6
ditolak.
Deviden
Payout Ratio (X7) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Deviden Cash. Penentuan besarnya Devidend Payout Ratio akan menentukan besar
kecilnya laba yang ditahan. Setiap ada penambahan laba yang ditahan berarti ada
penambahan modal sendiri dalam perusahaan dengan biaya murah. Dalam keputusan
pembagian dividen, perusahaan harus mempertimbangkan kelangsungan hidup dan
pertumbuhan perusahaannya. Laba yang diperoleh perusahaan pada umumnya tidak
dibagikan seluruhnya sebagai dividen karena sebagian disisihkan untuk diinvestasikan
kembali atau sebagian ditahan dalam retained earning. Besar kecilnya dividen
yang di bayarkan kepada pemegang saham tergantung pada kebijakan dividen
masing-masing perusahaan sehinggapertimbangan manajemen sangat diperlukan. Hal ini mengindikasikan bahwa Deviden Payout Ratio dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan
dalam pembayaran Deviden Cash. Hasil
ini sesuai dengan teori bahwa Deviden
Payout Ratio merupakan bagian laba
perusahaan yang dibayarkan dalam bentuk deviden. Menurut Limnert dalam Yeti
Meliani Lubis (2009), perusahaan menetapkan target Deviden Payout Ratio yang didasarkan pada target keuntungan. Jika
keuntungan tercapai dan dianggap stabil maka perusahaan akan menyesuaikan
deviden yang dibayarkan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.1.1
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dijelaskan di Bab terdahulu, maka dapat disimpulkan secara
global hasil penelitian sebagai berikut :
a.
Dari hasil uji F menunjukkan bahwa variabel variabel ROA (X1), Cash Potion (X2), Debt Ratio (X3), Growth
Potensial (X4), Earning Per Share (X5), Liquiditas (X6), Deviden Payout Ratio
(X7) secara
simultan mempengaruhi variabel Deviden Cash (Y) . Hal ini dibuktikan dengan hasil sig-F
lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% (0,000 < 0,05). Hasil ini
juga didukung dengan besarnya pengaruh ketujuh variabel independen tersebut
yaitu sebesar 100,0%
b.
Secara parsial variabel ROA berpengaruh positif signifikan terhadap Deviden Cash (Y) pada level 5%. Hal ini berarti
semakin tinggi nilai ROA maka semakin tinggi dividen kas yang dibagikan.
c.
Secara parsial variabel Cash Position
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Deviden Cash (Y) pada level 5%. Hal ini berarti semakin
tinggi nilai Cash Position maka semakin besar dividen kas yang dibagikan.
d.
Secara parsial variabel Debt Ratio
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Deviden Cash (Y) pada level 5%. Hal ini berarti semakin
tinggi nilai Debt Ratio maka semakin besar
dividen kas yang dibagikan.
e.
Secara parsial variabel Growth
Potensial berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Dividen Kas (Y)
pada level 5%. Hal ini berarti semakin tinggi nilai Growth Potensial maka semakin besar dividen kas yang dibagikan.
f.
Secara parsial variabel Earning Per
Share berpengaruh positif signifikan terhadap Deviden Cash (Y) pada level 5%. Hal ini berarti semakin
tinggi nilai Earning Per Share maka semakin besar dividen kas yang dibagikan.
g.
Secara parsial variabel Liquiditas
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap Dividen Kas (Y) pada level 5%.
Hal ini berarti semakin tinggi nilai Liquiditas
maka semakin rendah dividen kas yang dibagikan.
h.
Secara parsial variabel Devidend
Payout Ratio berpengaruh positif signifikan terhadap Deviden Cash (Y) pada level 5%. Hal ini berarti semakin
tinggi nilai Deviden Payout Ratio maka semakin besar dividen kas yang dibagikan.
5.1.2
Secara umum penelitian ini adalah meneliti mengenai pengaruh rasio-rasio
keuangan terhadap pembagian deviden atau Deviden
Cash. Dimana para investor di Bursa Efek Indonesia yang mempunyai tujuan mendapatkan deviden sebaiknya memperhatikan
informasi-informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan manufaktur karena dengan
adanya informasi tesebut maka dapat dimanfaatkan untuk mengambil keputusan yang
tepat sehubungan dengan investasinya.
Adapun manfaat yang
diperoleh dalam penelitian ini khususnya yaitu :
a. Bagi
para praktisi pada bagian manajer yang berperan penting dalam pengambilan
kebijakan perusahaan mengenai pembagian Deviden
Cash, wajib mempertimbangkan rasio keuangan Return On Asset (ROA), rasio Earning Per Share (EPS), rasio Deviden Payout Ratio (DPR) yang memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap Deviden
Cash (DC).
b. Bagi
Pengembang Ilmu, penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk penelitian
selanjutnya dengan menambahkan jumlah Rasio Keuangan yang mencerminkan kinerja
perusahaan yang lainnya.
5.2. Saran
- Bagi investor dan calon investor yang
bertujuan jangka panjang dan akan melaksanakaan investasi, sebaiknya tidak
memperhatikan kelima variabel yang terdiri dari Cash Position, Debt
Ratio, Growth Ratio, Liquiditas sebelum ada bukti secara signifikan
berpengaruh terhadap Deviden Cash.
Sedangkan untuk variabel ROA, Earning Per Share, Deviden Payout Ratio
bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meprediksi besarnya
dividen yang akan diterima, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Penulis menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut yang berpengaruh
terhadap Dividen Cash.
- Perusahaan dalam menentukan kebijakan
dividennya harus memperhatikan konsekuensi dari kebijakan dividen yang
diambilnya yang mengacu pada kebijaksanaan dividen yang optimal. Kebijakan
dividen yang berusaha senantiasa untuk menaikkan pembayaran dividennya
merupakan sinyal bagi investor bahwa perusahaan memperkirakan adanya
peningkatan kas perusahaan di masa yang akan datang. Atau kebijakan
dividen yang mempertahankan besar dividen sebelumnya juga merupakan sinyal
bahwa perusahaan memiliki prospek di masa yang akan datang. Sebaliknya
penurunan dividen menandakan pesimisme manajemen perusahaan akan perolehan
laba di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Ang,
Robert, 2004. Pintar Pasar Modal
Indonesia, Mediasoft
Indonesia, Jakarta.
Algifari, 2000. Analisa
Regresi, Edisi Kedua,
Yogyakarta : BPFE
Yogyakarta.
Baidori, 2006.
“Pengaruh Insiderownership, Collateralitable Assets, Growth In Net Assets, dan Likuiditas
Terhadap Kebijakan Deviden
pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di
Bursa Efek Indonesia
Periode 2002-2006”, Jurnal Ilmiah Indonesia, UNESA: Surabaya.
Bandi dan Jogiyanto. 2000. “Perilaku
Reaksi Harga dan Volume
Perdagangan Saham Terhadap Pengumuman Deviden “, Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia.
Vol 3.
Engela Vianita dan Izzati
Amperaningrum. 2009, “Analisis
Faktor Yang Mempengaruhi Dividen Kas Pada Perusahaan Makanan Dan Minuman Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma.
Brigham Eugene dan Houston
Fred. 2001. Fundamental
of Financial Management, Fith Edition, New York , The Drysden Press, Bukukita.
Erawati dan Sisdyani, 2005.
”Analisis Variabel-Varibel Keuangan yang Mempengaruhi Pembayaran Deviden”, Artikel Jurnal Skripsi.
Eryawan, 2009. “Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi
Dividend Payout Ratio Pada Perusahaan Go
publik Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia ”, Skripsi
tidak dipublikasikan, UNISSULA, Semarang .
Florentina, 2001. “Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan
Pembayaran Deviden Sektor Aneka Industri
Periode Tahun
2000-2004, Skripsi tidak dipublikasikan, UNPAD:
Bandung.
Frank Johson dan Goyal
Vidhan K, 2000. “Prediction of Interdependence Beetwen Dividend Payout Ratio,
Financial Leverage and Investment Policy in Manufacture Companies Listed on Jakarta Stock
Exchange”, Jurnal Bisnis
dan Ekonomi. Vol 7.
Ghozali Imam, 2005. Aplikasi
Analisis Multivariate Dengan Program
SPSS, Badan Penerbit UNDIP, Semarang.
Hidayati Nur, 2006.”Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividen Payout Rasio di Bursa Efek Jakarta”. Skripsi, USU, Medan.
Husnan Suad, 2003. “Analisa Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Kebi-
Jakan Deviden di Perusahaan
Go Public yang Terdaftar di Bursa
Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol
6.
Husnan Suad dan Eny Pudji Astuti. 2001. Dasar-Dasar
Manajemen Keuangan, BPFE,
Yogyakarta.
Indriantoro Nur dan Supomo
Bambang. 2002. Pokok-Pokok Materi
Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya , Ghalia Indonesia , Jakarta.
Imam Ghozali. 2008. Aplikasi
Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Imam Ghozali. 2009. Analisis
Multivariate Lanjutan Dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Kieso Donald E, Weygandt
Jerry J, Kimmel Paul D. 2002. Akuntansi Intermediate, Jilid Tiga,
Edisi Ketujuh, Binarupa Aksara,
Jakarta.
Mutamimah dan Sulistyo, 2002. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Deviden Pershare Perusahaan-Perusahaan yang Go Public Di Bursa Efek
Indonesia”, Artikel Indoskripsi , UNNES, Semarang.
Martusa Riki, 2007. “Analisis Pengaruh Kebijakan
Besarnya Dividen Terhadap
Besarnya Harga Saham Perusahaan”, Artikel
Indoskripsi.
Novianty Palino, 2012. “Faktor Yang
Mempengaruhi Deviden Tunai Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia“, Skripsi jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Makassar.
Nupikso dan Nurhamidah
2002. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividen Payout Rasio pada
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, PUSLATA.
Nur Hidayati. Analisis Faktor – Faktor Yang Me Mpengaruhi Dividen Kas Di Bursa Efek Jakarta, Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Prasetyo dan Wibowo. 2003.
“Transfer Informasi
Intra Industri di Sekitar
Pengumuman Deviden”, Aksara Grafika, Solo.
Riswanto, 2008. “Reaksi
Investor Pasar Modal Terhadap Efek Kebijakan Deviden pada Perusahaan Terbuka di
Bursa Efek Jakarta, Digital Library, MB-IPB,
Bogor.
Santosa, 2009. ”Analisis
Perbedaan Nilai Perusahaan Tumbuh dan
Berkembang Melalui Pendekatan Pengaruh FOS dengan Kebijakan Deviden
sebagai Variabel Intervening”, Jurnal
Telaah Manajemen Keuangan Atmajaya,
Jakarta.
Santoso, 2009. ”Deviden dan
Dampaknya Terhadap Harga Saham”, Bibtex-Bibsonong.
Sudarsi Sri, 2002. “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio Pada Industri Manufaktur
Yang Listed di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal
Bisnis dan Ekonomi, Vol 9 No 2, Halaman 76-88..
Suharli, 2006. “Studi empiris
Mengenai Pengaruh profit, Leverage, Harga
Saham Terhadap Deviden Tunai (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di
Bursa Efek Jakarta 2002-2003), Jurnal
Bisnis dan ekonomi
Sunarto, 2003. “Analisis Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhi Dividen Kas di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol 10 No 1,
Halaman 67-82.
Sunariyah, 2000. Pengantar Pengetahuan Pasar, Edisi
Kedua, YKPP, Yogyakarta.
Susanti Rika, 2010.
”Analisis Faktor-Faktor yang Mempemgaruhi Nilai Perusahaan yang terdafar di Bursa
Efek Indonesia”. Skripsi tidak
dipublikasikan, UNDIP, Semarang.
Susanto Edy, 2002. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Deviden
payout Rasio di
Bursa Efek Jakarta”,
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia.
Vol 5.
Tsaniyah, 2009. “Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Deviden Cash pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi
tidak dipublikasikan, UII, Yogyakarta.
Vicky Megawati, 2011. “Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi deviden Payout Ratio pada Perusahaan Manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi
tidak dipublikasikan, UPN “Veteran”, Yogyakarta.
Widaryati, 2004.
”Analisa Faktor mempengaruhi Dividen
Payout Rasio di
Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di bursa
Efek Jakarta, Artikel
Indoskripsi.
Widjanarko Bambang, 2003.
”Analisis faktor yang
Mempengaruhi Dividen Payout
rasio pada Perusahaan Publik di
Indonesia”, Artikel Indoskripsi
Yeti Meliani Lubis, 2009. “Analisis
Yang Mempengaruhi Deviden Cash Pada Perusahaan Manufaktur Jenis Consumer Goods
Yang Go Public Di Bursa Efek Jakarta”, Tesis Universitas Utara Medan.
Yuningsih, 2002. “Interdependensi
Antara Kebijakan Dividend Payout Ratio, Financial Leverage, dan Investasi Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol 9 No 2,
Halaman 178-185.
mas maaf sy mahasiswi tingkat akhir, mau nanya kalo rumus cash position sumbernya dari mana ya? dari buku bukan? terimakasih
ReplyDelete